Pratama juga melihat ada kemungkinan data yang disebar memang sebelumnya sudah ada di publik
Persoalan data pemilih masih menjadi masalah klasik yang tidak pernah usai dari setiap pesta demokrasi di tanah air. Padahal, peserta pemilih dalam pemilihan umum hingga pemilihan kepala daerah sudah diatur dalam Undang-Undang.
Pertama, terkait daftar pemilih tetap (DPT), karena dari setiap pelaksanaan pemilu selalu menjadi masalah. Saat ini sinkronisasi data pemilih antara KPU dan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri berjalan lebih bagus.
Masih banyak ditemukan data masyarakat yang tidak sesuai dengan alamat saat dilakukan pencoklitan oleh petugas di lapangan.
Kebocoran data pemilih di KPU bisa berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan kepada penyelenggara pemilu, bahkan legitimasi dan integritas penyelenggaraan pemilu juga berkurang.
Di era kemajuan teknologi, serangan siber harus bisa diantisipasi. Harus ada jaminan keamanan data pemilih pemilu agar pesta demokrasi kita bisa berjalan lancar, aman dan damai. Keamanan data pribadi pemilih juga mutlak untuk dilindungi.
KPU harus melakukan audit keamanan IT secara menyeluruh, memperkuat perlindungan data-data pemilih agar tidak disalahgunakan saat pemilihan suara nanti.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan data pemilih pada pemilu 2024-2029 akan didominasi oleh Generasi Z dan Milenial (55 persen).
Bayang-bayang kecurangan itu sudah terlihat sejak tahapan pemilu dimulai dari pendataan pemilih, dimana ditemukan 50 juta data pemilih fiktif